Morotai, Desa Yayasan – (Humas Kemenag Morotai) - Rabu (10/9/2025) selepas Isya di Desa Yayasan, Morotai Selatan, seakan menyimpan denyut spiritual yang berbeda. Ratusan hati berkumpul, tidak hanya untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H/2025 M, tetapi juga untuk menyalakan kembali lentera akhlak di tengah masyarakat yang terus bergerak dalam pusaran modernitas.
Di bawah tema “Meneladani Akhlak Nabi Muhammad SAW, sebagai Motivasi dan Inspirasi guna mewujudkan Morotai yang unggul, adil, dan sejahtera”, perayaan ini menjelma lebih dari sekadar acara seremonial. Ia menjadi ruang kontemplatif, tempat masyarakat Morotai bertanya kembali: masihkah nilai kasih sayang, keadilan, dan kedamaian yang diwariskan Nabi hidup dalam denyut keseharian kita?
Turut hadir sekaligus memberikan sambutan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pulau Morotai yang diwakili Kepala Sub Bagian Tata Usaha, H. Musanif Sibua, S.Ag., menekankan pentingnya kerukunan antarumat beragama. “Keberagaman bukanlah sekat pemisah, melainkan jembatan penguat persaudaraan,” ujarnya. Pernyataan itu bukan hanya ungkapan normatif, melainkan sebuah pengingat filosofis: pluralitas yang melekat pada Morotai, sebagaimana pada Indonesia, adalah rahmat yang hanya akan berbuah sejahtera jika dirawat dengan akhlak luhur.
Di Pulau Morotai, keberagaman adalah wajah sehari-hari. Masjid dan gereja berdiri berdampingan, nelayan dan petani dari beragam latar budaya bekerja bersama. Justru di ruang-ruang semacam inilah teladan Rasulullah SAW menjadi nyata - bukan sekadar teks dalam kitab, melainkan etika hidup yang menjembatani perbedaan.
Penceramah utama, Drs. KH. M. Rusli Amin, MA, seorang dai putra daerah Jaziratulmulk, mengingatkan bahwa akhlak Nabi bukanlah sekadar kisah masa lalu, melainkan kompas moral untuk menjawab tantangan kekinian. Di tengah derasnya arus globalisasi yang membawa budaya instan, kompetisi keras, dan terkadang nihil etika, pesan Nabi tentang kejujuran, kelembutan, dan keadilan menemukan relevansinya kembali.
Bagi Morotai yang kini terus berbenah, pesan itu mengandung makna mendalam. Pembangunan fisik, pertumbuhan ekonomi, dan modernisasi tak boleh meminggirkan dimensi batin masyarakat. Tanpa akhlak, pembangunan hanya melahirkan pertumbuhan tanpa jiwa, kemajuan tanpa arah.
Puncak acara ditandai dengan penyerahan 10.000 mushaf Al-Qur’an oleh Bupati Pulau Morotai, H. Rusli Sibua, kepada TPQ, masjid, dan majelis taklim se-Morotai. Dalam momen itu, Bupati didampingi oleh Ustadz Suaib Marjan, S.Pd., M.Pd., penyuluh agama Islam sekaligus Koordinator Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) Kabupaten Pulau Morotai. Penyerahan mushaf ini, meski simbolis, mengandung makna filosofis, cahaya wahyu perlu terus dihadirkan, bukan sekadar untuk dibaca, tetapi untuk dihidupkan dalam perilaku sosial.
Mushaf yang dibagikan itu ibarat lentera yang diserahkan dari tangan pemimpin kepada umat. Namun cahaya sesungguhnya bukan pada lembaran kertasnya, melainkan pada kesediaan masyarakat untuk menjadikan nilai-nilainya sebagai panduan dalam bertindak.
Maulid Nabi, pada akhirnya, bukan hanya tentang mengenang kelahiran manusia agung, tetapi tentang menyalakan kembali semangat kemanusiaan universal. Nabi Muhammad bukan sekadar sosok religius, tetapi juga teladan etis bagi peradaban. Keberaniannya melawan ketidakadilan, kasih sayangnya pada sesama, hingga kepeduliannya pada yang lemah, memberi inspirasi lintas zaman dan lintas iman.
Dalam cahaya Maulid, masyarakat diajak kembali ke inti dari seluruh pencarian manusia: bagaimana membangun kehidupan yang bermartabat, penuh kasih, dan berkeadilan. Sebab sejatinya, kemajuan tanpa akhlak hanyalah bangunan rapuh; tetapi akhlak tanpa kemajuan adalah energi yang tak terwujud.